Kontemplasi

“Dalam Atom  Tersimpan Ayat-Ayat Allah” (Integrasi Nilai-nilai Imtaq dalam Pembelajaran Ilmu Kimia)

Aminu Irfanda Supanda

UNESCO menyebutkan bahwa peran sains adalah memberikan pencerahan kepada manusia, sedangkan teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan untuk membantu manusia. Sains sebagai power of investigation, sedangkan teknologi adalah kecakapan kreatif yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

Pembelajaran sains saat ini haruslah mengacu kepada bahan (konsep) yang terdapat dalam kurikulum dan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia sebagai dampak penerapan teknologi. Guru merancang suatu kegiatan, dimana siswa memperoleh kesempatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kepekaan dirinya untuk mendapatkan pengalaman.

Ilmu eksakta khususnya ilmu kimia selalu berkesan sukar dan terkadang menjadi salah satu pelajaran yang “monoton dan membosankan” bagi beberapa siswa. Saat menjadi siswa di SMA, penulis merasakan sekali bahwa kimia yang dipahami saat itu hanyalah berkutat di laboratorium, menghapalkan rumus, memperhatikan contoh soal yang diberikan dan pada akhirnya mengerjakan soal latihan, berkesan “kering” dari nilai-nilai imtaq. Padahal justru nilai-nilai imtaq yang tersembunyi itulah yang lebih penting dari ilmu kimia itu sendiri.

Ilmu kimia akan semakin menarik, tidak membosankan jika penyajian pendahuluannya dilakukan dengan gaya “bercerita” mengenai asal usul kimia meliputi sejarah bagaimana kimia menjadi ilmu yang harus dipelajari, bagaimana peranan ilmuwan dalam memecahkan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dalam memecahkan fenomena alam ciptaan Allah SWT dan paling penting adalah menumbuhkan aspek nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan (imtaq) dalam mata pelajaran kimia itu sendiri, sehingga mampu mengantarkan siswa untuk menjawab rasa keingintahuan, memantapkan keteguhan hati (keimanan), ketekunan menyingkap rahasia Allah SWT melalui perenungan. Al-Qur’an mengajak kita untuk berpikir dengan beragam bentuk redaksi tentang segala hal, baik tentang ciptaan-ciptaan Allah SWT di langit, di bumi, dan diri manusia sendiri.

Pendekatan Filosofis pada Atom

Sekitar tahun 400 sebelum Masehi dua orang ahli filsafat Yunani, Leucippus dan muridnya Democritus, sedang berjalan-jalan di sepanjang Pantai Aegea. Suatu ketika, Leucippus mengajak Democritus untuk merenungkan apakah jika butiran-butiran pasir yang mereka injak tampak seperti hamparan permadani, maka mungkinkah air laut yang terhampar luas itu juga tersusun dari butiran-butiran terkecil yang tidak kelihatan. Selanjutnya buah pemikiran Leucippus tersebut dikembangkan oleh Democritus (464 SM) dengan mengemukakan teori yang menyatakan bahwa setiap materi tersusun dari partikel-partikel terkecil yang dinamainya atom (a = tidak, tomos = terbagi). Generasi berikutnya, seperti Plato dan Aristoteles tidak meneruskan pemikiran ini. Mereka berpendapat materi bersifat kontinu, yang berarti materi dapat dibelah terus-menerus.

Kita mengetahui pendapat Demokritus melalui tulisan Lucretius dari Romawi tahun 55 SM yang berjudul De Rerum Natura (Wujud Sesuatu). Pada sekitar tahun 750 M, Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan dari Persia, atau lebih dikenal dengan nama Latinnya, Geber menghidupkan kembali konsep partikel terkecil itu, dengan mengemukakan bahwa materi tersusun dari partikel-partikel zarrah, yang bersifat la tajazza’u (tidak terbagi).

Konsep atom yang dikemukakan oleh Democritos tidak didukung oleh eksperimen yang meyakinkan, sehingga tidak dapat diterima oleh beberapa ahli ilmu pengetahuan dan filsafat.

Setelah menjelaskan tentang perkembangan teori atom dari pendekatan filsafat adalah menjadi hal yang sangat penting dalam pembelajaran untuk menyelipkan nilai-nilai Imtaq.

Guru dapat menjelaskan bahwa proses berpikir kritis para filsuf Yunani baik Democritus-Aristoteles tentang atom maupun Persia Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan tentang partikel berukuran zarrah adalah salah satu bentuk observasi yang terus menerus melalui proses kreatif dan sistematis serta melalui inkuiri merupakan implementasi terhadap metafor-metafor (perumpamaan) yang Allah SWT ciptakan dengan tujuan mendekatkan makna-makna.

“Demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian tanda-tanda (kekuasaan-Nya) supaya kalian mau berpikir” (QS Al-Baqarah (Sapi Betina): 242)

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk  manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (QS Al-Ankabut (Laba-laba): 43)

“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir” (QS Al-Hasyr (Pengusiran): 21).

Guru menjelaskan bahwa Al-Qur’an juga menyebutkan adanya sebuah benda yang mungkin bisa disebut “atom” atau benda lain yang lebih kecil dari atom:

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS Az- Zalzalah (Kegoncangan): 7-8)

Dalam kaitannya dengan nilai perbuatan manusia. Tidak ada satu pun yang tersembunyi dari Allah SWT, apakah besarnya itu lebih kecil atau lebih besar dari atom.

“Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya” (QS Saba’ (Kaum Saba’): 22).

Model Atom Dalton, Thomson, Rutherford, Bohr dan Model Atom Modern

Model atom dari penelitian-penelitian Dalton, Thomson, Rutherford dan Bohr memberikan gambaran menyeluruh pada rahasia-rahasia penciptaan Allah SWT. Hipotesis Bohr bahwa atom terdiri dari inti yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif di dalam suatu lintasan adalah gambaran mikrokosmos alam semesta. Bohr menjelaskan bagaimana sebuah elektron dapat berpindah dari satu lintasan ke yang lain dengan menyerap atau memancarkan energi sehingga energi elektron atom itu tidak akan berkurang.

Guru memberikan analogi gambaran makrokosmos bagaimana jemaah haji mengelilingi Ka’bah menyerupai arah gerakan elektron mengelilingi inti atom. Elektron dan jemaah haji sama-sama berputar dengan arah berlawanan arah jarum jam. Analogi lainnya gambaran orbital menurut Schrodinger yang digambarkan berupa awan yang tebal-tipisnya menyatakan besar kecilnya kebolehjadian menemukan elektron di daerah itu adalah gambaran mikrokosmos dari galaksi Bima Sakti.

Al-Qur’an Al Majid menjelaskan hakikat yang besar ini dengan berbagai ungkapan yang mencakup sistem alam dan ketentuan-ketentuan alam wujud yang penuh kebijaksanaan yang berjalan dengan bantuan Allah yang Maha Agung dan Maha Tinggi.

“Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan” (QS Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah): 5)

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya dengan bermain-main” (QS Al-Anbiyâ (Nabi-Nabi): 16)

* Penulis adalah Guru Kimia SMA Negeri 1 Sumbawa Besar

  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment